
KOTA MALANG – malangpagi.com
Musibah ambruknya musala Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Sidoarjo, meninggalkan duka mendalam bagi keluarga besar pesantren dan para santri. Di balik tragedi yang merenggut korban jiwa tersebut, seorang santri asal Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang, menjadi saksi hidup yang berhasil selamat dari reruntuhan bangunan.
Santri berinisial NSR, yang kini duduk di kelas satu SMA, menceritakan detik-detik mengerikan saat musala ponpes ambruk pada Senin (29/9/2025) sore, ketika ratusan santri sedang menunaikan salat Asar berjamaah.
Ia menjelaskan, peristiwa itu terjadi tiba-tiba saat salat memasuki rakaat ketiga. Terdengar suara keras dari lantai atas, disusul getaran hebat yang membuat seluruh bangunan berguncang.
“Awalnya seperti ada bambu jatuh, lalu terasa seperti gempa. Sekejap setelah itu, bangunan langsung ambruk,” ujar NSR, Minggu (5/10/2025).
NSR berada di shaf tengah bagian pinggir saat bangunan mulai runtuh. Dalam hitungan detik, suasana musala berubah menjadi kepanikan.
“Semua teriak. Saat lari, kepala saya tertimpa material dari atas,” ucapnya.
Meski mengalami luka di kepala, belakang telinga, dan tangan, NSR berhasil menyelamatkan diri. Ia sempat terjebak di bawah puing-puing selama sekitar 30 menit, sebelum menemukan celah untuk keluar. Namun di tengah situasi itu, ia masih berupaya menolong rekannya yang dalam kondisi kritis.
“Di dekat saya ada teman bernama Mamat, kondisinya kejang-kejang. Saya bantu duduk lalu saya tarik keluar lewat lubang kecil di reruntuhan,” tuturnya.
Ia mengatakan, banyak temannya yang tidak sempat menyelamatkan diri karena tertimpa material bangunan. Saat kejadian, lantai musala penuh oleh santri yang sedang salat, sementara di lantai empat para pekerja tengah melakukan pengecoran, yang diduga menjadi salah satu faktor penyebab struktur bangunan tidak kuat menahan beban.
Setelah kejadian, NSR mendapat perawatan medis di lokasi, namun tidak perlu dirawat di rumah sakit. Ia kemudian dijemput orang tuanya dan dipulangkan ke Malang untuk menjalani pemulihan.
“Luka di kening, belakang telinga, sama tangan. Tapi sekarang sudah baik-baik saja,” ujarnya.
Meski masih mengalami trauma akibat kejadian tersebut, NSR menyatakan tekadnya untuk kembali menimba ilmu di pesantren setelah pulih.
“Kadang masih takut, suara gemuruh dan teriakan teman-teman masih terbayang. Tapi saya ingin tetap melanjutkan sekolah di pondok. Sayang kalau berhenti,” ucapnya. (Dik/YD)