
JAKARTA – malangpagi.com
Menanggapi absennya tim Taekwondo Indonesia di ajang kualifikasi Olimpiade Tokyo zona Asia di Amman, Jordania (21-23 Mei 2021), pihak Pengurus Besar Taekwondo Indonesia (PBTI) telah mengirim surat protes ke World Taekwondo, kerena mengklaim prosedur yang ditempuh sudah sesuai regulasi.
Menurut Ketua Harian PBTI Anthony Musa Siregar, kendala pendaftaran itu dinilai aneh. Karena pihaknya sudah menerima surat elektronik konfirmasi usai melakukan pendaftaran secara manual.
Pihak panitia pun tidak melarang keberangkatan tim Indonesia ke Jordania saat PBTI mengirim pemberitahuan. Namun secara mengejutkan, tiba-tiba tim Indonesia dinyatakan tidak terdaftar di event tersebut sesampainya di Jordania.
“Menanggapi masalah tersebut, Ketua Umum PBTI Thamrin Marzuki mengirim surat protes keras ke World Taekwondo, federasi taekwondo dunia. PBTI juga mengirim Ketua Bidang Pembinaan Prestasi PBTI, Yefi Triaji ke Jordania untuk meminta penjelasan dari ketua panitia,” ungkap Anthony, dilansir Kompas, Jumat (21/5)
Ketiga atlet yang batal tampil di ajang kualifikasi Olimpiade Tokyo zona Asia adalah Mariska Halinda yang turun di kelas -49 kilogram putri, M Bassam Raihan di kelas -58 kilogram putra, dan Adam Yazid Ferdyansyah di kelas -68 kilogram putra. Ketiganya baru saja menjalani pelatihan selama satu bulan di Korea Selatan dan langsung ke Jordania.
Di tempat terpisah, Raja Sapta Oktohari selaku Ketua Komite Olimpiade Indonesia (KOI) mengaku telah berkomunikasi dengan PBTI, panitia pelaksana (Organizing Committee), Komite Olimpiade Nasional Jordania, hingga Komite Olimpiade Internasional.
Hasilnya, ditemukan fakta bahwa kasus yang dialami tim Taekwondo Indonesia akibat kesalahan sistem dalam pendaftaran online, walaupun sudah memenuhi semua syarat dan membayar biaya administrasi. Kasus itu ternyata juga dialami beberapa negara Eropa.
Menurut Okto, fakta tersebut bisa menjadi bahan komplain PBTI kepada federasi Asia maupun dunia. Karena hal ini tentu saja berdampak kerugian besar bagi Indonesia.
PBTI pun dituntut untuk memaksimalkan kemampuan diplomasi, agar ada solusi dari kerugian yang dialami. ”Kami sudah fasilitasi, sekarang tinggal menjalin komunikasi, antara PBTI kepada federasi Asia maupun dunia,” ujar Okto.
Belajar dari kejadian-kejadian itu, lanjut Okto, sudah sepatutnya federasi olahraga nasional lebih aktif berkomunikasi dan mengambil peran penting di induk organisasi Asia maupun dunia.
“Mereka jangan lagi hanya mengurus kegiatan lokal dan minder aktif di kegiatan internasional. Itu semua untuk kepentingan Indonesia di tingkat dunia. Kalau menghadapi hambatan, kita punya kekuatan untuk melakukan negosiasi,” tegas Okto.
Meskipun tidak sama, kasus ini sedikit mengingatkan kita dengan tim bulu tangkis Indonesia yang dipaksa mundur dari Kejuaraan All England di Birmigham, 17-21 Maret lalu. Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Gatot S Dewa Broto menegaskan, kasus yang sangat merugikan atlet maupun dunia olahraga nasional itu tidak boleh terulang lagi.
”Jangan sampai ada korban ketiga, setelah All England dan Taekwondo. Karena sangat merugikan atlet yang sudah berlatih keras. Terlebih waktu kualifikasi hanya sampai akhir Juni. Kalau ada masalah, sulit untuk mengurusnya,” ujar Gatot, Minggu (23/5/2021).
Pihaknya menuturkan, insiden semacam itu sering dialami oleh pengurus cabang. Namun, yang dialami tim bulu tangkis dan Taekwondo menjadi sorotan karena terkait kualifikasi Olimpiade Tokyo. Kejadian itu tentu saja merugikan bagi Indonesia yang sedang berusaha menambah kuota atlet ke olimpiade.
”Selain itu, kejadian ini akan jadi sorotan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Karena PBTI sudah menerima dana bantuan pelatnas 2021 sekitar Rp5 Miliar. Mereka bakal menilai Kemenpora tidak melakukan supervisi secara teliti untuk keberangkatan itu. Padahal, kami sudah all out membantu. Kalau Kemenpora mendapat masalah, ujung-ujungnya pengurus cabang yang terkena imbasnya. Pasti ada reward and punshiment untuk pengurus cabang,” papar Gatot.
Dirinya pun mewanti-wanti pengurus cabang yang bertanggungjawab penuh atas keikutsertaan atlet di event internasional untuk mengevaluasi diri. Pengurus cabor harus teliti dan hati-hati dalam memahami aturan suatu kejuaraan, agar tidak terulang kesalahan administrasi.
”Pengurus cabang mengirim atlet ikut pertandingan internasional tidak sekali-dua kali, tetapi sering kali. Jadi, masalah seperti ini seharusnya tidak terjadi,” tandasnya.
Kegagalan ini membuat Indonesia dipastikan tak memiliki atlet yang berlaga di cabang Taekwondo pada Olimpiade Tokyo 2020. Sejak cabang olahraga ini dipertandingkan sebagai eksibisi pada Olimpiade Barcelona 1992, Taekwondoin Indonesia hanya mampu tampil di Olimpiade Sydney 2000 dan Olimpiade Athena 2004.
Reporter : MA Setiawan
Editor : MA Setiawan