
MALANG – malangpagi.com
Praktisi hypnoterapi, Dewi Irvana telah menunjukkan kepedulian yang mendalam terhadap kesehatan mental anak dan remaja di wilayahnya. Menurut data yang diungkapkannya, 3,7 persen remaja Indonesia mengalami gangguan mental, dengan gangguan kecemasan menjadi yang paling dominan.
Dewi mengungkapkan bahwa serangan media sosial dengan konten yang tidak pantas serta perubahan hormon yang dialami remaja, dari lingkungan keluarga ke pergaulan yang lebih luas, menjadi penyebab ketidakseimbangan mental.
“Jika keluarga tidak memiliki pendidikan parenting yang baik, remaja bisa mencari pelarian ke hal negatif untuk meredakan stres,” ujar perempuan yang juga menjabat sebagai Ketua Komnas Perlindungan Anak Kabupaten Malang, saat ditemui di klinik Al-Bashiroh, Rabu (29/05/2024).
Dalam menangani pasien remaja, Dewi memiliki pendekatan khusus. Ia tidak langsung menangani anak, melainkan menuntaskan permasalahan pada orangtuanya terlebih dahulu.
“Jika anak mengalami perubahan hormon tanpa penjelasan dan bimbingan dari orangtua, stres yang mereka rasakan bisa bertambah. Orangtua harus peka terhadap perubahan sikap anak dan berkomunikasi dengan mereka seperti teman,” jelasnya.
Dewi juga menekankan pentingnya kolaborasi antara sekolah dan orangtua. Sekolah diharapkan mengundang orangtua untuk sosialisasi mengenai tumbuh kembang anak, sehingga anak tetap merasa diperhatikan di rumah.
“Jika anak merasa tangki cinta kosong, mereka akan menyampaikan perasaan mereka dengan cara yang tidak sehat, yang bisa berdampak buruk pada lingkungan sosial mereka,” tambahnya.
Menurut Dewi, tugas orangtua adalah membuat anak bahagia sejak dini. Ia juga menyoroti bahwa penyakit mental dapat diturunkan dari orangtua yang belum menyelesaikan masalah pribadinya.
Namun, jika orangtua sehat secara mental, anak akan terhindar dari pengaruh negatif meskipun lingkungan sekitarnya tidak mendukung.
“Anak yang penuh cinta akan tumbuh menjadi individu yang pintar, bahagia, berbakat, dan menjadi generasi gemilang,” lanjut Dewi.
Wanita kelahiran Bandung itu juga menegaskan bahwa gangguan mental memiliki berbagai penyebab sehingga tidak boleh ada yang mendiagnosis dirinya sendiri.
“Jika membutuhkan bantuan, pastikan untuk meminta kepada ahlinya, jangan kepada orang yang tidak kompeten,” tegasnya.
Lebih lanjut, Dewi juga menceritakan keprihatinannya dengan stigma masyarakat yang menganggap pergi ke psikiater atau psikolog adalah tanda kegilaan.
“Orang terdekat justru bisa memberikan potensi luka terbesar. Ketika orangtua mengucapkan sesuatu tentang kelemahan anak, itu bisa menambah depresi anak,” jelasnya.
Sebagai profesional, Dewi tidak bisa bekerja sendiri jika orangtua tidak kooperatif. Oleh karena itu, ia dan tim relawannya giat melakukan sosialisasi tentang kesehatan mental agar anak-anak terhindar dari stres sejak dini.
“Jika anak merasa orangtuanya sendiri tidak percaya padanya, anak akan merasa tidak ada yang bisa dia percayai lagi di dunia ini, yang bisa menimbulkan stres akut hingga keinginan mengakhiri hidupnya,” ungkap Dewi.
Angka pernikahan dini dan perceraian di Kabupaten Malang adalah yang terbesar di Jawa Timur. Kisah para pasiennya mendorong Dewi untuk mendapatkan sertifikasi hypnotherapy dan membuka praktik.
Saat ini, Dewi adalah instruktur hypnotherapy internasional pertama di Malang Raya yang terdaftar di Kementerian Kesehatan. Ia berharap lebih banyak yang tertarik menjadi profesional di bidang kesehatan mental di masa depan. (Red.)