KOTA MALANG – malangpagi.com
Dinas Kesehatan Kota Malang telah melakukan pemetaan untuk mencapai kondisi bebas stunting di tiga kelurahan, meliputi Kelurahan Rampal Celaket, Klojen, dan Samaan. Menurut Kepala Dinkes Kota Malang, Husnul Muarif, tiga kelurahan tersebut memiliki potensi untuk mencapai kondisi bebas stunting pada 2024.
Hal tersebut berdasarkan perkembangan yang terjadi, sesuai dengan kriteria dalam penurunan angka stunting yang signifikan. “Dari total 181 anak balita di Rampal Celaket, hanya empat yang masuk dalam kategori stunting. Di Klojen, dari 139 anak balita terdapat 13 kasus stunting. Sementara di kelurahan Samaan, dari 333 anak balita masih terdapat 18 kasus stunting,” kata Husnul kepada Malang Pagi, Minggu (17/12/2023).
Lebih lanjut pihaknya menjelaskan, Program Makanan Tambahan (PMT) telah menjadi salah satu strategi untuk mengurangi risiko stunting yang diimplementasikan di ketiga kelurahan tersebut. Selain itu, Husnul menyampaikan pentingnya inovasi di setiap kelurahan dan Puskesmas setempat, termasuk intervensi yang tepat kepada anak balita yang berisiko mengalami stunting.
“Perhatian khusus perlu diberikan dalam pemenuhan gizinya. Apakah sudah sesuai atau belum. Selain itu, dukungan dari berbagai pihak juga sangat penting,” terang Husnul.
Dirinya berharap, pengalaman sukses dari ketiga kelurahan tersebut dapat menginspirasi kelurahan lain di Kota Malang. Untuk itu, Husnul mendorong agar kelurahan-kelurahan lain mengadopsi praktik-praktik terbaik dan memperhatikan faktor intervensi yang sesuai, untuk mencapai Kota Malang bebas stunting di 2030.
“Dinkes Kota Malang akan terus melakukan pemantauan dan intervensi terhadap kasus stunting di kelurahan-kelurahan lainnya. Evaluasi ulang akan dilakukan pada akhir Desember 2023,” ungkap Husnul.
Berdasarkan data Dinkes Kota Malang pada 2023, tingkat stunting di Kota Malang menunjukkan fluktuasi. Pada Juni lalu, tingkat stunting mencapai 9,65 persen dan mengalami penurunan menjadi 9,29 persen pada Juli. “Pada bulan Agustus, angka tersebut mencapai 9,09 persen. Kemudian naik pada September menjadi 9,96 persen. Diikuti dengan penurunan pada Oktober menjadi 9,73 persen, dan mencapai 9,58 persen pada November,” terangnya.
Husnul menekankan, setiap kelurahan memiliki inovasi unik dalam penanggulangan stunting. Namun pihaknya berharap masyarakat dan fasilitas kesehatan dapat memberikan intervensi yang lebih efektif, untuk memastikan penurunan stunting berjalan secara optimal.
“Setiap kelurahan telah melakukan inovasi di bawah supervisi Puskesmas yang ada. Kami menilai keberhasilan intervensi, baik pada balita berisiko stunting maupun pada balita dengan masalah berat badan kurang, apakah sudah mencapai sasaran atau belum. Selain itu, kami juga mengevaluasi pemenuhan gizi dan dukungan dari stakeholder lainnya,” pungkasnya. (MK/MAS)