KOTA MALANG – malangpagi.com
Dalam Rapat Paripurna DPRD Kota Malang, Senin (20/11/2023), membahas Pandangan Umum Fraksi terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) APBD Tahun Anggaran 2024, pengurangan estimasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) 2024 menjadi sorotan.
Perwakilan Fraksi PDIP Kota Malang, Agoes Marhaenta, mengaku meyoroti penurunan proyeksi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun Anggaran 2024. “Kami mengajukan permintaan kepada pemerintah untuk mengambil langkah-langkah terobosan, inovatif, dan melakukan kajian yang mendalam. Dalam rancangan APBD Tahun Anggaran 2024 terdapat fakta bahwa diperlukan usaha yang intens dan inovasi yang luar biasa, namun tetap sesuai dengan regulasi dan undang-undang yang berlaku,” katanya.
Agoes menjelaskan, bentuk-bentuk langkah dan tindakan yang sangat signifikan dari pemerintah Kota Malang untuk mencapai kemandirian ekonomi daerah dengan proporsi PAD sebesar 60 persen dalam anggaran daerah telah menjadi fokus utama. “Permasalahan lain terkait Pendapatan Daerah dari sektor Pajak Daerah dan Retribusi daerah seharusnya sudah diarahkan pada desain strategi pencapaiannya. Sehingga setiap tahunnya dapat mempertahankan konsistensi pendapatan, mengingat proyeksinya cenderung fluktuatif,” ujarnya.
Sementara itu, jubir Fraksi PKB Kota Malang menyampaikan pertanyaan mengenai penurunan proyeksi PAD. Selain itu pihaknya juga mengulas langkah-langkah pemerintah dalam mengatasi isu-isu pendidikan. Mulai dari kondisi fisik bangunan sekolah, pemberian subsidi kepada keluarga yang kurang mampu, perhatian terhadap sekolah swasta, dan pembangunan pendidikan usia dini.
“Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) memiliki peran krusial dalam pembentukan karakter dan kecerdasan generasi muda. Meskipun banyak PAUD didirikan dan dikelola oleh lingkungan, seperti RW dan lembaga kemasyarakatan lain, kenyataannya pembiayaan untuk menjalankan PAUD kurang memadai. Bahkan meskipun mengandalkan iuran dari orangtua murid,” tuturnya.
Terpisah, Pj Walikota Malang, Wahyu Hidayat, menyebut bahwa alasan penurunan proyeksi APBD Kota Malang Tahun 2024 adalah terkait dengan implementasi UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD). “Peraturan ini mengatur mengenai ruang lingkup hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah,” kata Wahyu, ditemui usai Rapat Paripurna.
Lebih lajut Wahyu menjelaskan, pihaknya telah melakukan kajian mendalam sebelum menetapkan proyeksi angka APBD 2024. Walikota akan secara resmi membacakan penjelasan dari kajian tersebut pada Rapat Paripurna berikutnya.
“Kami sudah melakukan analisis mendalam. Selain itu, kami juga akan menguraikan strategi untuk tahun 2024, dalam menanggapi beberapa anggaran yang menjadi prioritas. Baik melalui inovasi atau pendekatan lainnya, dan hal ini akan saya sampaikan pada hari Rabu (22/11/2023),” ujar Wahyu.
Di kesempatan yang sama, Ketua DPRD Kota Malang, I Made Riandiana Kartika, menilai pertanyaan beberapa fraksi terkait latar belakang penurunan APBD adalah karena mereka melihat adanya potensi kehilangan sebesar Rp400 miliar. Di mana nominal tersebut memiliki potensi penggunaan yang signifikan untuk berbagai keperluan masyarakat.
“Anggaran belanja Kota Malang mengalami penurunan hingga Rp400 miliar. Beberapa fraksi ingin memahami bagaimana kemungkinan munculnya aturan tersebut pada pertengahan tahun. Terutama ketika Paket Anggaran Kebijakan (PAK) masih akan disusun pada Agustus atau September. Fraksi-fraksi ini berharap terdapat kajian yang mendalam. Mengingat nilai sebesar itu memiliki dampak besar jika digunakan untuk kebutuhan belanja masyarakat,” kata Made.
Made memaparkan, melalui kajian yang dilakukan Pemerintah Kota Malang, diharapkan dapat mengurangi potensi Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (SILPA) pada tahun 2024.
Politisi asal Bali itu menyebut, Dewan memiliki kekhawatiran melihat besaran SILPA yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Ia berharap bahwa kajian yang dilakukan dapat mempertimbangkan sepenuhnya hal tersebut. “Jadi kami ingin memastikan bahwa pada saat penyusunan PAK, tingkat serapan anggaran cukup tinggi dan tidak terdapat SILPA yang signifikan. Kami masih memiliki trauma terkait masalah SILPA,” ujarn Made.
Menurut regulasi terkini, lanjut Made, pajak untuk rumah kos akan dihapuskan. Keputusan ini akan mengakibatkan berkurangnya potensi pendapatan yang sebelumnya telah diestimasi oleh Badan Pendapatan Daerah Kota Malang. “Penghapusan pajak untuk kos-kosan ini merupakan dampak dari turunan Omnibus Law. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk meringankan beban pajak pihak-pihak yang akan berinvestasi di Kota Malang,” jelasnya.
“Ada penyesuaian dalam nomenklatur pajak yang dapat dikenakan atau tidak. Salah satunya adalah penghapusan pajak untuk kos-kosan. Ini akan menyebabkan penurunan potensi pendapatan. Langkah ini sejalan dengan implementasi UU Omnibus Law untuk memastikan bahwa para investor tidak terbebani oleh pajak,” tandas Made. (MK/MAS)