KOTA MALANG – malangpagi.com
Udara segar langsung menyeruak saat memasuki Kampung Bambu Mewek Park (BMP). Tumbuhan bambu yang menjadi ciri khas destinasi wisata yang berada di tengah perkampungan, tepatnya RT 04 RW 04 Kelurahan Tunjungsekar, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang ini menambah keeksotisan area tersebut.
Gemericik air dari aliran Kali Mewek dan suara burung menjadi pilihan tepat untuk dinikmati bersama keluarga. Apalagi terdapat sejumlah gazebo yang sengaja dibangun untuk memberikan kenyamanan kepada pengunjung.
Setelah pandemi, kunjungan masyarakat ke tempat yang pernah menjadi juara satu dalam Lomba Desain Kampung Tematik 2016 itu mulai menurun. Hal inilah yang mendorong Forum Komunikasi Kelompok Sadar Wisata (Forkom Pokdarwis) Kota Malang, yang diwakili 23 Kampung Tematik, melakukan Sambang Kampung bertajuk “Gugur Gunung, Bangun Kampung, dan Penamaan Seribu Pohon”, Minggu (7/1/2024).
Ketua Forkom Pokdarwis Kota Malang, Isa Wahyudi menyampaikan bahwa pihaknya sengaja mengagendakan Sambang Kampung secara perdana di Kampung BMP ini lantaran Forkom Pokdarwis Kota Malang ingin memberikan dukungan.
“Dalam perkembangannya kampung ini jauh tertinggal dengan kampung yang lain, karena berbagai persoalan internal maupun kendala-kendala lapangan dalam pembangunan. Untuk itu Kampung BMP perlu didukung dan disambangi agar kepariwisataannya bangkit,” ucap pria yang lebih akrab disapa Ki Demang itu kepada Malang Pagi.
Pegiat Kampung Budaya Polowijen itu mengapresiasi, bahwa dalam satu tahun terakhir Kampung BMP kembali menunjukkan geliat aktifnya. “Saat ini sudah banyak kunjungan, serta event yang digelar pun makin kreatif. Maka dari itu, kampung ini perlu disupport oleh seluruh Pokdarwis se-Kota Malang,” tegasnya.
Ki Demang menambahkan, kegiatan Gugur Gunung Bangun Kampung pertama dilakukan di Kampung BMK, karena areanya dan cocok dengan kegiatan menanam pohon. “Pinggir Kali Mewek butuh vegetasi tanaman pohon keras yang lebih banyak. Terlebih menjelang peringatan Hari Menanam 1.000 Pohon. Selain itu, area Kampung BMK ini diharapkan menjadi Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang berpeluang menjadi Kampung Proklim,” jelasnya.
Kegiatan ini disambut positif oleh Pembina Kampung BMP, Budi Fathoni. Dosen arsitektur Institut Teknologi Nasional Kota Malang sekaligus penggagas Kampung BMP itu memaparkan ikhwal terbentuknya Kampung BMP. “Bermula dari sebuah keprihatinan, setiap kali pengembang selalu memilih lokasi dekat sungai, dan mereka tidak tertib dalam hal garis sempadan sungai,” kisah Budi.
“Keberadaan BMP ini adalah sebuah solusi, agar tidak ada pengembang yang membangun di area dekat sungai. Jika pinggiran sungai itu tidak dirancang, tidak dibuatkan sebagai RTH. Ini akan menjadi masalah di kemudian hari. Contoh kasus adalah bantaran Sungai Brantas,” lanjutnya.
Budi pun menegaskan, konsep BMP ini adalah benar-benar pro lingkungan. Dengan fungsinya sebagai RTH, maka harus dibatasi peruntukannya, dan tidak ada bangunan yang sifatnya permanen.
Lokasi BMP cukup strategis. Derada di sebelah timur laut Kota Malang dengan konsep berbasis masyarakat. “Adanya BMP merupakan sebuah alternatif sebagai tempat yang dapat menyumbangkan RTH. Apalagi ditambah pendekatan ekologi, edukasi, dan wirausaha,” tutur Budi.
Uniknya, lokasi ini memiliki nilai sejarah purba yang memberikan nilai historis tersendiri. Kali Mewek sejatinya adalah lintasan ketika Ken Dedes disandera oleh Tunggul Ametung. Dioramanya pun diabadikan di Museum Mpu Purwa.
Menurutnya, membangkitkan kepariwisataan di BMP yang dimulai dengan gerakan menanam pohon ini dapat dilanjutkan dengan produksi suvenir berbahan bambu, sehingga dapat menciptakan event-event sesuai temanya. Misalnya camping ground, menanam pohon bersama, atau bekerjasama dengan sekolah untuk menulis tentang sejarah kampung, sehingga mampu menjadi buah tangan yang mengedukasi.
“Narasinya dapat dikembangkan untuk skripsi, tesis, bahkan disertasi. Ini yang menerjemahkan Tri Bina Cita, di mana mencangkup pariwisata, pendidikan, dan industri” terang Budi.
Melalui BMP ini, pihaknya berharap agar masyarakat dapat menciptakan RTH. “Bila di kampung tidak ada lahan, masing-masing rumah bisa membuat vertikal garden. Harus ada semangat untuk menciptakan ruang terbuka hijau, dan harus ada regulasinya. Dapat juga dilombakan sebagai rangsangan untuk menarik minat masyarakat,” tandasnya.
Di tempat yang sama, Ketua Pokdarwis Kampung Kayutangan Heritage, Mila Kurniawati, melihat potensi Kampung BMP dapat dikembangkan dengan
kegiatan menanam pohon, juga mengenali nama tumbuhan yang apat menyasar P5 (Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila) dalam Kurikulum Merdeka. “Bisa juga dikemas dalam paket wisata dengan menonjolkan kearifan lokal,” saran Mila. (Har/MAS)