
KOTA MOJOKERTO – malangpagi.com
Museum Gubug Wayang merupakan sebuah wahana edukasi budaya, dengan visi menyatukan bangsa melalui budaya. Museum ini terletak di Jalan RA Kartini No. 23 Mergelo, Kauman, Kecamatan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto.
Menurut Direktur Museum Gubug Wayang Zura Nurja Ana, Museum Gubug Wayang berawal dari sebuah bangunan seluas 3×3 meter pada tahun 1994, yang kemudian mulai mengoleksi berbagai macam wayang.
“Upaya penyelamatan berbagai macam artefak terus dilakukan tanpa henti. Hingga pada akhirnya Tuhan mengizinkan untuk memiliki sebuah gedung yang dibangun oleh Belanda pada 1912,” tutur Zura, Kamis (27/10/2022).

“Restorasi pun dilaksanakan pada 2014 dan selesai dalam satu tahun. Akhirnya, pada 15 Agustus 2015 museum ini dibuka untuk publik,” lanjut perempuan yang juga menjabat sebagai Direktur Museum Ganesya Hawai Group itu.
Menurutnya, Museum Gubug Wayang menjelaskan alur wayang yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia Non Bendawi oleh UNESCO pada 7 November 2003, secara lengkap dari awal sampai dengan akhir. Dimulai dari wayang relief, wayang lontar, wayang gelar, wayang beber, wayang gedhog, wayang purwa, dan lainnya,” beber Zura.

lebih lanjut Zura menjelaskan, kesenian wayang terus berkembang hingga sekarang, karena sejatinya budaya berjalan secara dinamis. Hal itulah yang memotivasi Museum Gubug Wayang untuk terus memperbarui koleksinya.
“Koleksi Museum Gubug Wayang tidak hanya tentang wayang semata. Kami juga memiliki koleksi lain, seperti keris, batik, topeng nusantara, terakota, keramik, mainan zaman dahulu, hingga koleksi Si Unyil yang legendaris itu,”tambahnya.
Sebelumnya, Museum Gubug Wayang gencar melakukan kegiatan seni budaya, hingga memiliki beberapa cabang sanggar aktif yang tersebar di sejumlah daerah. Di antaranya Solo, Yogyakarta, Tulungagung, Mojokerto, Jakarta, Semarang, dan Jombang.

“Masyarakat dapat merasakan aktivitas sanggar yang ada. Mulai anak-anak yang turut berkecimpung di dunia kesenian, sehingga masyarakat umum yang menjadikan budaya sebagai pembelajaran penting sejak usia dini,” paparnya.
Museum Gubug Wayang sebagai ruang aktif berinovasi dalam mempertahankan kebudayaan yang relevan dengan perkembangan zaman juga memiliki berbagai program dan kegiatan di dalamnya. Program-program tersebut dikemas sedemikian rupa guna meminimalisir intervensi budaya luar, demi mewujudkan budaya bangsa yang berdikari dan memiliki identitas sendiri,” terang Zura.

Dirinya menjelaskan, perjuangan Museum Gubug Wayang yang tanpa henti dalam melestarikan kebudayaan, pada akhirnya memberikan hasil yang luar biasa baik. Yaitu dengan terealisasinya kerinduan Iwan Kurniawan bersama Pak Yensen dengan mendirikan sebuah museum budaya di Kota Malang, yang kemudian diberi nama Museum Ganesya.
“Museum Ganesya tergabung di dalam Hawai Group Malang, lokasinya di lantai dua dan lantai tiga Hawai Waterpark Malang,” sebut Zura.

Museum Ganesya memiliki peranan dalam bidang pendidikan sejarah, seni, dan budaya. Nama Ganesya sendiri merupakan kepanjangan dari Gelar Indonesia Budaya, yang diharapkan menjadi wadah budaya bagi masyarakat yang ingin belajar, berkarya, dan berekreasi.
Museum Ganesya juga berencana menghadirkan area edukasi seputar Kerajaan Singhasari dan Kerajaan Majapahit, dalam khasanah ekspresi Panji di Hawai Waterpark Malang. (DK99/MAS)