
KOTA MALANG – malangpagi.com
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum (FH) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menggelar Forum Group Discussion (FGD) bertajuk Optimalisasi Kinerja Lembaga Penegak Hukum Melalui Pembaruan Hukum Acara Pidana, bertempat di GKB 4 UMM, pada Sabtu (26/4/2025).
Dalam FGD tersebut, para akademisi menyoroti pentingnya penegasan asas diferensiasi fungsional dalam proses revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang, Prof. Dr. Tongat, SH., M.Hum., mengatakan, asas ini menekankan bahwa setiap institusi penegak hukum harus memiliki kewenangan yang jelas dan berbeda untuk menghindari potensi intervensi antar lembaga dalam proses penegakan hukum.
Menurutnya, sejumlah pasal dalam draft KUHAP terbaru dinilai masih membuka ruang terjadinya tumpang tindih kewenangan.
“Ada beberapa ketentuan yang masih bisa menimbulkan peluang intervensi antar lembaga. Ini tentu harus dikawal agar asas diferensiasi fungsional yang telah dianut sejak Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 bisa tetap terjaga dengan baik,” ujarnya.

Sorotan utama mengarah pada klausul penyidikan, di mana dalam draft itu disebutkan adanya istilah ‘penyidik tertentu’ selain penyidik dari Kepolisian Republik Indonesia. Meski telah disertai dengan penjelasan tambahan, penggunaan istilah tersebut dinilai berpotensi menimbulkan multitafsir di lapangan.
“Perancang undang-undang mestinya membatasi seminimal mungkin munculnya pasal-pasal yang berpotensi multitafsir. Ini penting agar proses penegakan hukum tidak berkembang liar dan justru menciptakan ketidakpastian hukum,” jelas Prof. Tongat.
Dengan KUHP baru yang ditargetkan berlaku pada Januari 2026, Prof. Tongat menilai, masih ada waktu untuk memperbaiki draft KUHAP yang saat ini sudah memasuki versi 3 Maret 2025.
“Kalau dikerjakan bersama, dengan evaluasi kritis dari akademisi, praktisi, hingga unsur kekuasaan, bulan September atau Oktober 2025 nanti masih bisa dimanfaatkan untuk penyempurnaan draft KUHAP,” lanjutnya.
Diskusi ini menegaskan kembali pentingnya keterlibatan semua pihak dalam pembentukan peraturan yang berkualitas dan tidak meninggalkan ruang abu-abu dalam implementasinya. (YD)