![](http://malangpagi.com/wp-content/uploads/2018/12/Fotor_154392986435840-300x225.jpg)
KOTA MALANG – malangpagi.com
Soroti kasus suap di Kota Malang, Fahri Hamzah: KPK tak punya standar dan menuntut orang sesukanya. Terkait hal tersebut Anggota DPR RI, Fahri Hamzah menegaskan jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak memiliki standar dalam menerapkan suatu aturan hukum pada kasus tertentu.
Terbaru, ia menyoroti kasus dugaan suap APBD Perubahan Kota Malang tahun 2015 dengan nominal Rp 12,5 juta terdapat tiga terdakwa masing-masing Yaqud Ananda Gudban, Bambang Soemarto dan Sulik Lestyowati yang dituntut 7 tahun penjara oleh JPU KPK. Sedangkan, 15 terdakwa yang lain dituntut bervariasi dari 4 tahun sampai 5 tahun karena dianggap kooperatif oleh KPK.
Menanggapi kasus itu, Fahri Hamzah menegaskan, jika KPK memang tidak memiliki standar dan dianggap sesukanya dalam menerapkan tuntutan kepada terdakwa. “Kasus di Malang dugaan suap 12 juta tuntutan 7 tahun, KPK gak punya standar dan suka-suka mereka sendiri karena tujuannya adalah operasi intelejen untuk penjeraan dan mempermalukan,” ujar Fahri Hamzah, beberapa hari lalu.
Menurut Fahri Hamzah, selama ini tujuan dan cara KPK menjalankan tugasnya seperti operasi intelejen bukan seperti penegak hukum, menurut Fahri hal itu mirip dengan teori operasi intelejen di negara totaliter.
“Modus operasi KPK dalam semua perkara itu menggambarkan bahwa KPK ini bukan lembaga hukum melainkan lembaga intelejen yang dipakai menegakkan hukum, itu bertentangan dengan prinsip negara hukum dan konstitusi negara,” kata Fahri Hamzah.
![](http://malangpagi.com/wp-content/uploads/2018/12/Fotor_154393154510322-300x225.jpg)
Ia menjelaskan dua alat kerja KPK yakni mengintip/menyadap yang dianggap bertentangan dengan hak asasi manusia serta melakukan “blackmail” untuk mendapatkan pengakuan dari tersangka atau terdakwa tidak sesuai dengan prinsip yang ada dalam negara hukum.
“Selama ini KPK selalu ingin mendapatkan pengakuan dari seseorang. Karena pengakuan adalah alat bukti yang sempurna. Padahal dalam prinsip negara hukum tugas penegak hukum bukan menginterograsi orang supaya ngaku tetapi membuktikan dengan alat bukti yang cukup telah terjadi tindak pidana,” bebernya.
Karenanya, Fahri Hamzah berpandangan jika pidana inti yang ada pada UU No 30 Tahun 2002 Tentang KPK yang imbas positifnya pada pengembalian uang negara tidak pernah ditangani secara serius dan tuntas, melainkan KPK hanya melakukan operasi tangkap tangan di berbagai daerah.
“KPK lari dari kasus-kasus besar seperti Century, Sumber waras, reklamasi dan berbagai kasus dengan kerugian triliunan rupiah tidak pernah ditangani. Dalam banyak kasus operasi yang disentuh KPK adalah operasi tangkap tangan atau seperti kasus yang ada di Kota Malang,” tandasnya.
Fahri Hamzah juga mendukung kepada para korban dari KPK agar meminta keadilan sampai kepada lembaga penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia atau lembaga HAM internasional. “Saya mendukung bagi yang melawan. Carilah keadilan di lembaga HAM karena KPK sebenarnya adalah penyimpangan dari konsep negara hukum,” pungkasnya.
Pewarta: Red
Editor : Tikno