
KOTA MALANG – malangpagi.com
Masalah persampahan di Kota Malang adalah masalah serius yang harus cepat mendapatkan penanganan. Mengingat beban TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) Supiturang semakin berat, dengan usia yang diperkirakan hanya mencapai 6 tahun.
Untuk mengatasi permasalahan sampah yang semakin kritis, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang melakukan pembenahan dan evaluasi dari hilir ke hulu, agar penanganan sampah tepat sasaran.
“Sampah yang masuk ke TPA Supiturang mencapai 680 hingga 700 ton per hari, yang berasal dari 60 kendaraan. Yakni 49 kendaraan pengangkut sampah DLH, dan 11 kendaraan pengangkut sampah dari Diskoperindag (Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan),” jelas Kepala DLH Kota Malang, Noer Rahman Wijaya, ditemui di Kantor UPT Pengelolaan Sampah, Selasa (13/2/2024).
“Jumlah tersebut belum ditambah dari pihak-pihak lain yang turut menyumbangkan timbulan sampah ke TPA Supiturang. Bisa dibayangkan tinggal berapa umur TPA kita,” imbuhnya.
Dengan beban yang dipikul TPA Supiturang saat ini, maka DLH mengambil sikap tegas dengan melakukan identifikasi dan klasifikasi sampah dari hilir ke hulu.
Inovasi ini diaplikasikan dengan pemberlakuan sistem buka tutup di TPA Supiturang, dengan penetapan jam operasional mulai buka pukul 6 pagi dan tutup pukul 4 sore.
Selain itu, setiap pengangkut sampah yang akan beroperasi di TPA Supiturang juga diwajikan memiliki tanda khusus berupa stiker yang dikeluarkan oleh DLH, dan harus melewati jembatan timbang.
“DLH juga akan melakukan identifikasi, dari mana saja TPS yang menjadi penyumbang sampah terbesar di Kota Malang, dengan melakukan pendekatan, sosialisasi, edukasi, dan penekanan, agar masyarakat dapat mengolah sampah dan tidak membuang semuanya di TPS,” papar Rahman.

Langkah lain yang ditempuh DLH adalah dengan memperketat sampah yang masuk ke TPA Supiturang. “Tentunya kami melarang keras jika ada jenis sampah yang sebenarnya tidak boleh masuk ke TPA Supiturang. Misalkan Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) dan sampah rumah sakit,” terangnya.
“Untuk itu kami menyediakan formulir khusus bahwa tidak membawa sampah yang dilarang masuk ke TPA, dan harus ditandatangani oleh pihak yang menggunakan jasa transporter,” sambung Rahman.
Lebih lanjut, mantan Sekretaris Bakesbangpol Kota Malang itu menyampaikan bahwa langkah-langkah tersebut juga sebagai bentuk antisipasi kebocoran sampah yang berasal dari luar Kota Malang.
“Jadi orientasinya tidak kami ambil dari hulu ke hilir, namun sebaliknya. Penanganan persampahan kami gerakkan dari hilir ke hulu. Jika dari hilir kami mengetahui sajian data secara konkret, baru memilah hulu mana yang kami prioritaskan untuk penyelesaiannya,” papar Rahman.
Menurut Rahman, dalam 12 hari pemberlakuan sistem buka tutup dan penggunaan stiker, sampah yang masuk ke TPA Supiturang berkurang menjadi 500 ton per hari.
Pihaknya pun berharap penanganan sampah dengan identifikasi dari hilir ke hulu ini dapat mendongkrak PAD (Pendapatan Asli Daerah) dari persampahan, yang ditargetkan mencapai Rp18 miliar di 2024. (Har/MAS)