KABUPATEN MALANG – malangpagi.com
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur menyoroti rencana proyek perkebunan kelapa sawit yang santer terdengar dari Pemkab Malang. Perkebunan kelapa sawit secara besar-besaran dinilai bertentangan dengan Peraturan Daerah Provinsi Jatim dan Kabupaten Malang, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Ditambah dengan adanya pernyataan Bupati Malang, HM Sanusi yang menyatakan bahwa Sawit menjadi solusi banjir, longsor, dan oksigen. Hal tersebut dinilai bertentangan dengan fakta biologis.
Dewan Daerah Walhi Jatim, Purnawan Dwikora Negara menjelaskan, adanya kelapa sawit justru menimbulkan kerusakan. Hal tersebut karena akar serabut sawit tidak menahan air serta tidak kuat mencengkeram tanah.
“Secara langsung pernyataannya menunjukkan bahwa yang bersangkutan tidak mengetahui kondisi di lapangan. Kalau dilihat sepanjang Pantai Bajul Mati dan Ungapan, sebenarnya bisa diketahui justru tanah tidak bisa ditahan oleh penanaman sawit, bakal terjadi erosi longsor. Sawit memiliki akar serabut yang secara biologis tidak dalam. Akar tanaman tersebut bukan jenis tunggang sehingga tidak bisa mencengkeram tanah dengan kuat, apa lagi menyimpan air. Banjir tidak bisa diresap optimal ke dalam tanah,” tuturnya saat ditemui menjelang Pertemuan Aliansi Sawit, untuk melakukan pembahasan langkah advokasi, Minggu (6/5/2021).
Purnawan juga menegaskan, adanya perkebunan sawit melanggar Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Kabupaten Malang.
“Dari tata ruang kota Kabupaten Malang dalam Perda jelas sudah menunjukkan kawasan yang disasar kebun sawit mulai Donomulyo, Bantur, Gedangan, sampai Sumawe tidak disebut untuk perkebunan. Kawasan tersebut justru diatur sebagai kawasan lindung konservasi. Utamanya daerah pesisir, tidak direkomendasikan untuk dijadikan kawasan perkebunan besar,” jelasnya.
Mengacu pada Perda No. 3 tahun 2010, kalaupun dikatakan adanya kegiatan ekonomi, maka seharusnya diwujudkan berupa Wisata Alam. Sementara untuk sektor industri diperuntukkan optimalisasi bidang perikanan, yang berlokasi di Sendang Biru.
Dikatakan Purnawan, daerah karst (bentang alam ekosistem) memiliki luas 56.338 hektare, atau 16 persen luas Kabupaten Malang. Di mana daerah tersebut menyimpan kesediaan air 825, 31 juta meter kubik per tahun. Rata-rata kebutuhan air domestik sebesar 163,72 meter kubik per tahun digunakan untuk pertanian padi dan palawija.
“Perda Tata Ruang Malang Selatan difokuskan untuk wisata alam dan zona konservasi, penunjang pesisir, yang juga sebagian besar kawasan karst,” tutur Purnawan.
Hal itu berdasar pada Perda Kabupaten Malang RTRW nomor 3 tahun 2010, dan Perda Provinsi Jatim nomor 5 tahun 2012, yang menyebutkan bahwa Malang Selatan termasuk kawasan cagar alam geologi yang dilindungi.
“Sudah jelas di pasal 68 juga menyebut penetapan lahan sebagai konservasi tidak diizinkan alih fungsi lahan, serta tidak boleh dieksploitasi,” tegasnya.
Artinya, tidak boleh ada industrialisasi kebun. Namun hanya wisata alam dan konservasi. Purnawan juga menjelaskan, bahwa daerah Malang Selatan merupakan hutan vital.
“Dasar hukumnya jelas. Apabila melanggar itu, maka Walhi siap melakukan advokasi. Walhi pernah memenangkan gugatan Kabupaten Malang pada 2016 lalu, dalam kasus pasir besi Wonogoro,” tegasnya.
“Kami mengingatkan, visi misi kelima Sanusi adalah memperluas pemanfaatan sumber daya alam. Kalaupun ada pembangunan ekonomi, harus pembangunan yang berkelanjutan. Dia (Sanusi) jelas menyebut peduli lingkungan,” tutur pria yang biasa disapa Pupung itu.
Walhi menegaskan, ada aturan tentang tata ruang yang telah dilanggar. Dalam Perda Tata Ruang dikatakan akan membangun pertanian Agropolitan. “Sawit tidak ada didalam rekomendasi Perda Tata Ruang Kabupaten Malang,” tambahnya.
Berdasarkan peraturan Menteri Pertanian Nomor 41 tahun 2009 tentang kriteria teknis kawasan Agropolitan, lokasinya mengacu RTRW Provinsi dan daerah. Basis komoditas tanaman yang dikembangkan adalah tanaman pangan, baik nasional maupun komoditas lokal.
“Sawit lebih ke biofuel, untuk mesin-mesin kendaraan. Artinya berpotensi merusak lingkungan,” tegasnya.
“Dalam visi misinya yang dikembangkan, harusnya kabinet arabika (kolaborasi pembinaan ekonomi terpadu kopi arabika). Itu sebetulnya yang dijanjikan,” imbuh Purnawan.
” Amat disayangkan jika 60 ribu hektare hanya digunakan untuk kelapa sawit dan merusak terumbu karang jika terjadi erosi. Yang seharusnya diperkuat di Malang Selatan yakni sebagai sentrum tanaman beragam macam, yang bisa digunakan sebaikibaiknya oleh rakyat,” pungkasnya.
Reporter : Sugiarto
Editor : MA Setiawan