
KOTA MALANG – malangpagi.com
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang melalui Bidang Penaatan dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan menggandeng akademisi dari Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang untuk melakukan Pembinaan Indikator Penilaian Kampung Bersih, Sehat, Indah, Asri dan Rapi (Bersinar) di 5 Kecamatan Kota Malang. Kegiatan ini diselenggarakan selama tiga hari yakni mulai Hari Senin (17/07/2023) hingga Kamis (20/07/2023).
“Pembinaan Indikator Penilaian Kampung Bersinar ini diselenggarakan agar pihak Kelurahan dan peserta RW dapat mempersiapkan lingkungannya sesuai rule atau pedoman Kampung Bersinar,” ujar Kepala Bidang Penaatan dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan, Sri Lestari kepada Malang Pagi, Kamis (20/07/2023).
Dirinya menyebut acara yang dilakukan selama tiga hari ini dilaksanakan pada Hari Senin (17/7/2023) di Kecamatan Kedungkandang dan Blimbing. “Selasa (18/7/2023) bertempat di Kecamatan Klojen dan Sukun serta hari terakhir Kamis (20/7/2023) di Kecamatan Lowokwaru. Adapun pesertanya terdiri dari Staf Kelurahan yang membidangi ( Seksi PMK ) dan perwakilan 2 ( dua ) RW untuk masing-masing kelurahan,” terang Sri Lestari
Aparatur Sipil Negara yang pernah bertugas di Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kota Malang ini menegaskan bahwa tujuan dari Pembinaan Indikator Kampung Bersinar ini agar para peserta dapat memperkuat pemberkasan atau dokumen Lomba Kampung Bersinar dan cara memenuhinya.
“Tentunya sebagai pendampingan, pihak DLH Kota Malang menggandeng akademisi yang merupakan tenaga ahli lingkungan dari Dosen Teknik Lingkungan ITN Malang,” tuturnya.
Selanjutnya, ia berharap agar pihak Kecamatan dan pihak Kelurahan dapat mendukung masyarakat di wilayahnya untuk melestarikan lingkungan sesuai Juknis Lomba Kampung Bersinar.
Sementara itu, Dosen Program Studi Teknik Lingkungan ITN Malang, Candra Dwiratna menyampaikan bahwa Kota Malang merupakan kota yang sejuk dengan sebutan Paris Van Java, Kota Wisata, Kota Pendidikan, Kota Industri dan Kota Kreatif, Kota Bunga, Kota Peristirahatan serta Kota Sejarah.
“Dalam perkembangannya Kota Malang melakukan pembangunan sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dari pembangunan ini, tentunya ada dampak positif maupun negatif yang terjadi,” terang Candra.
Dikatakannya, dampak positif dari pembangunan yang dapat dirasakan yaitu meningkatnya lapangan pekerjaan, terpenuhinya kebutuhan manusia dengan mudah dan cepat serta meningkatnya jumlah sarana dan prasarana masyarakat. “Namun, dampak negatif yang terjadi yaitu punahnya spesies, peledakan hama, gangguan keseimbangan lingkungan, keracunan dan penyakit serta timbulnya pencemaran air, tanah dan udara,” paparnya.
Kemudian, ia menyampaikan tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah dan penanggulangan terhadap terjadinya pencemaran yaitu membuang sampah pada tempatnya, mengolah sampah organik menjadi kompos, memanfaatkan sampah organik untuk pakan ternak, mendaur ulang sampah organik, mengurangi penggunaan bahan-bahan yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme, tidak membuang wadah bekas ke sumber air atau selokan dan tidak membakar wadah bertekanan tinggi.
“Sedangkan, upaya penanggulangan yang ditimbulkan oleh pencemaran tanah yakni melakukan Remediasi baik in-situ maupun ex-situ serta melakukan Bioremediasi yang terdiri dari Biostimulasi dan Bioaugmentasi,” jelas Candra.

Selanjutnya, ia menguraikan penilaian Kampung Bersinar terdiri dari empat indikator yaitu Aspek Pengelolaan Sampah, Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau, Kelembagaan dan Partisipasi Masyarakat serta Konservasi Air dan Energi.
“Untuk aspek penilaian Pengelolaan Sampah indikator yang dinilai diantaranya tersedianya tempat sampah terpilah di setiap rumah, penambahan jumlah KK yang memiliki tong komposter, takakura di titik pantau, jumlah lubang biopori atau sejenisnya (daerah khusus) yang berfungsi sebagai komposter yang dapat dibuka dan ditutup, adanya Bank Sampah sebagai upaya pengelolaan sampah kering atau anorganik, adanya Tempat Penampungan Sampah Sementara (TPS), pengurangan sampah sebelum dan sesudah melakukan pengelolaan sampah secara 3 R (Reduce, Reduse, dan Recycle). Dari aspek penilaian Pengelolaan Sampah ini nilai total maksimal sebesar 29,” ungkap Candra.
Lalu, untuk Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau aspek yang dinilai ialah perubahan jalan atau gang, kondisi penghijauan di sepanjang jalan, taman dan fasilitas umum, pemanfaatan lahan pekarangan di masing-masing rumah untuk ketahanan pangan melalui pertanian, peternakan atau perikanan, mempunyai lahan percontohan untuk urban farming melalui budidaya tanaman, peternakan, perikanan dalam rangka meningkatkan ketersediaan pangan di di lahan fasilitas umum milik RT, RW, Desa atau Kelurahan.
“Kemudian adanya pengelolaan potensial lokal yaitu berbagai upaya perlindungan pengembangan dan pemanfaatan tanaman dan hewan lokal yang dapat mendukung ketahanan pangan serta adanya pemasangan slogan-slogan tentang lingkungan hidup yang memotivasi pengelolaan lingkungan. Indikator dari Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau ini nilai total maksimal sebanyak 24,” urai Candra.
Selanjutnya, untuk Indikator Kelembagaan dan Partisipasi Masyarakat aspek yang dinilai meliputi kebijakan dan peraturan terkait lingkungan hidup yang dikeluarkan oleh Lurah atau Ketua RW, upaya pengelolaan lingkungan di Balai RW, kegiatan pembinaan pengelolaan lingkungan hidup bagi aparat dan warga atau kader lingkungan selama 1 tahun terakhir.
“Adanya organisasi kelembagaan kader lingkungan hidup, adanya program kerja kader lingkungan hidup, adanya program RW untuk kegiatan pelestarian sumber daya alam yang melibatkan kader lingkungan dan masyarakat, upaya mewujudkan sanitasi berbasis masyarakat,” terangnya.
“Masih dalam Indikator Kelembagaan dan Partisipasi Masyarakat, aspek yang dinilai selanjutnya adalah terdapat kebijakan anggaran Desa atau Kelurahan untuk kegiatan pengelolaan lingkungan hidup, pola hidup bersih dan sehat di lingkungan permukiman serta Kader Lingkungan Hidup aktif mengajak warga untuk mengelola lingkungan. Penilaian dari Indikator Kelembagaan dan Partisipasi Masyarakat ini nilai total maksimal sebesar 26,” jelasnya.
Terakhir adalah Indikator Konservasi dan Energi. Aspek yang dinilai terdiri dari mempunyai pemanfaatan energi terbarukan misalkan bio gas, solar cell, BBM dari plastik, michnohydro dan sebagainya, upaya penghematan energi diterapkan melalui perilaku hemat energi, menggunakan lampu hemat energi (lampu pijar), melakukan upaya peresapan dan pemanfaatan air hujan mengatasi kekeringan.
“Mulai dari sumur resapan, lubang resapan, biopori, ambung, penampungan air hujan dan lain-lain. Melakukan upaya pengolahan air limbah rumah tangga serta melakukan publikasi publikasi tentang lingkungan hidup. Penilaian dari Indikator Konservasi Air dan Energi nilai total maksimal sebanyak 20,” pungkas Candra. (Har/YD)