KOTA MALANG – malangpagi.com
Seperti yang diketahui bersama, konstruksi pengerasan jalan di kawasan Kayutangan Heritage di Kota Malang menggunakan bahan baku batu andesit untuk lapisan luarnya.
Namun, apakah batu jenis ini sebenarnya cocok digunakan untuk kostruksi pengerasan jalan, terutama di jalanan dengan lalu lintas yang padat?
Jika saat ini kita menilik konstruksi serupa yang juga berada di kawasan Kayutangan, tepatnya di seputar Monumen Chairil Anwar, maka kita akan menemukan tatanan batu andesit di sana mengalami kerusakan cukup parah dan mengganggu penguna jalan yang melintasinya.
Iwan (34), seorang pengemudi ojek daring menuturkan, dirinya selalu merasa khawatir saat melintas di kawasan itu. Lagipula, mau tidak mau Ia harus melewati jalan tersebut akibat pengalihan arus akibat pengerjaan proyek Kayutangan Heritage.
“Kondisi jalannya sangat berbahaya. Terutama bagi pengendara sepeda motor seperti saya. Berisiko sekali jatuh, karena banyaknya batu yang renggang dan lepas. Ditambah di musim penghujan seperti saat ini, kontur batu membuat jalanan sangat licin,” keluhnya kepada Malang Pagi, Sabtu (19/12/2020).
Saat disinggung mengenai penggunaan dan daya tahan batu andesit untuk peruntukan di jalan raya, Lead City Level National Slump Upgrading Program (NUSP) untuk Kota Malang, Ir. Alif Riwidya menjelaskan, bahwa untuk penggunaan batu andesit ini belum ada aturan perundang-undangan yang mengatur pemanfaatannya sebagai konstruksi pengerasan jalan.
“Tapi penggunaan batu andesit sebagai konstruksi estetika jalan sering dipakai di mana-mana, minimal sebagai lahan parkir,” ujar Alif saat ditemui usai melakukan uji kelayakan jalan kawasan Kayutangan Heritage, Sabtu (19/12/2020).
“Perbandingan kami minimal Titik Nol Kilometer Jogja, Kepatihan, lahan parkir Gubernuran DIY, dan Jalan Braga Bandung. Belajar dari situ kami ciptakan konstruksi di Kayutangan ini,” lanjut pengawas proyek Kayutangan Heritage itu.
Alif juga menyebutkan, penggunaan batu andesit sejatinya bukan merupakan bagian dari konstruksi. Ia mengistilahkan penggunaannya hanyalah sebagai dressing layer.
Selain itu, pihaknya juga mengaku harus berhati-hati, karena batu-batu andesit tersebut didatangkan dari jauh, yakni dari Palimanan, Cirebon, Jawa Barat.
“Batu tersebut didatangkan dengan ukuran yang sama dengan yang dipasang di zona 3 (sekitar Monumen Chairil Anwar Kayutangan). Tebalnya sama-sama 6 cm, dan ukuran bidangnya 20×20 cm,” pungkasnya.
Selain di kawasan Kayutangan Malang, kerusakan jalan dari batu andesit akibat banyaknya volume kendaraan yang melintas juga pernah terjadi di Jalan Braga Bandung dan kawasan Kota Tua Jakarta.
Jika tidak ingin mengalami kejadian serupa, Pemerintah Kota Malang tentu harus menyiapkan cara mengantisipasinya.
Reporter : MA Setiawan
Editor : Redaksi