
KOTA MALANG – malangpagi.com
Keinginan Walikota Malang, Sutiaji yang tiba-tiba mencetuskan Kota Malang sebagai Halal City dengan menggandeng KAHMI (Korps Alumni HMI), tak pelak memicu polemik di kalangan tokoh masyarakat.
Sejumlah tokoh nasionalis Kota Malang pun memberikan tanggapan keras terkait rencana spontan tersebut, dengan menemui Ketua DPRD Kota Malang, I Made Rian Diana Kartika di gedung DPRD, Jalan Tugu 1A pada Rabu (9/2/2022) lalu. Menurut mereka, membalut kota dengan slogan berembel-embel agama dapat menimbulkan beragam interpretasi.
Sekelompok orang ini khawatir, gagasan tersebut akan merusak keutuhan Kota Malang sendiri, dan rentan dimanfaatkan kelompok tertentu, atas pelabelan kota halal tersebut.
Gagasan Halal City dianggap tidak relevan, dan menyakiti seluruh masyarakat Kota Malang yang terdiri dari beragam latar belakang, suku, agama, ras, dan antar golongan.
Ditegaskan Soetopo Dewangga, salah satu perwakilan masyarakat yang menemui Ketua DPRD, Kota Malang seharusnya menjadi kota yang maju, tanpa harus menjadi kota dengan embel-embel sok agamis.
“Saya dan teman-teman di sini berani bertanya dan bertindak atas apa yang diucapkan Pak Walikota, karena kami ini muslim. Lantas bagaimana dengan teman-teman kita yang non-muslim? Mereka hanya akan berserah dan tidak berani memprotes pernyataan Walikota. Padahal kami tahu, dalam hati mereka juga tertekan,” curhatnya.
Menurut Soetopo, pernyataan Walikota Malang tersebut berpotensi menjadi teror bagi dasar negara, dan jelas-jelas bertentangan dengan Pancasila, terutama sila pertama dan ketiga.
“Ketika kita mendasarkan pada aturan yang ada pada dasar negara, kita tahu tidak ada rujukan bahwa negara ini mengarah pada satu agama. Kami juga menganggap Walikota sudah melanggar sumpah jabatan. Beliau dilantik sebagai untuk setia pada NKRI, setia pada peraturan perundangan yang berlaku, dan menjalankan segala peraturan sejujurnya untuk masyarakat,” tandasnya.
Sementara itu, Bambang Gatot Wahyudi yang juga hadir dalam pertemuan tersebut menyatakan bahwa dirinya sudah mengonfirmasi kepada Walikota Sutiaji. Namun Ia merasa begitu kecewa, saat mengetahui konsep Halal City yang diusung hanyalah seputar urusan makanan.
“Lha, kalau urusan makanan, orang muslim tidak perlu diajari. Untuk makanan non-halal kita juga tidak mungkin beli. Makanya, itu yang perlu kita sikapi selain dasar-dasar filosofi yang telah disampaikan oleh teman-teman. Ini bukan sikap kami atas problematika kelompok maupun pribadi. Tapi inilah komitmen kita dalam bernegara,” jelasnya pria yang akrab disapa Bambang GW itu.
Menanggapi aspirasi yang disampaikan, Ketua DPRD Kota Malang mengungkapkan bahwa dirinya mengikuti dinamika yang terjadi di masyarakat, mulai dari Islamic Center, Surat Edaran Larangan Penjualan Daging Anjing, dan gagasan Halal City.
“Halal City ini kan lebih pada makanan, jadi meniru Perda yang ada di Semarang. Tapi kan di Kota Malang belum ada Perdanya. Saya sudah cek di Biro Hukum Pemkot, belum ada rencana akan menyusun naskah akademik atau undang-undang tersebut,” papar Made.
Saat hadir di kegiatan KAHMI, Made mengaku sudah mengingatkan Walikota untuk tidak membuat surat edaran itu [terkait Halal City], karena dasar hukumnya tidak ada, dan dapat dipastikan akan menjadi polemik.
“Jadi Halal City ini masih wacana. Karena itu masukan ini menambah wawasan saya. Nanti akan saya peringatkan lagi,” tutup Made. (Tanto/MAS)