KABUPATEN MALANG – malangpagi.com
Sabtu (24/9/2022) petang, jalan menuju Kampung Cempluk di Dusun Sumberejo, Desa Kalisongo, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang macet total. Ratusan kendaraan terparkir di sepanjang Jalan Dieng Atas membuat lalu lintas di sekitarnya padat merayap. Ribuan pengunjung memadati stan-stan makanan. Tak sedikit pula yang berswafoto atau menikmati hiburan musik yang disajikan. Pemandangan menjadi pemandangan pada penutupan Festival Kampung Cempluk ke-12.
Menurut penggagas Kampung Cempluk, Redy Eko Prasetyo, festival ini digelar dalam sebuah momentum yang pas. “Apalagi baru perdana digelar usai pandemi. Karena dua tahun kemarin, Festival Kampung Cempluk ke-10 dan ke-11 dilakukan secara daring,” jelas pria berambut gondrong itu kepada Malang Pagi.
Kesuksesan perhelatan ini, kata Redy, karena dilaksanakan berdasarkan survei sehingga digelar di bulan September. Di waktu yang sama, sebagian kegiatan kampung-kampung tematik mulai off. “Selain itu, secara geografis Kampung Cempluk berada di lingkar kampus dan mahasiswa baru sudah mulai berdatangan. Hal itulah yang membuat Festival Kampung Cempluk ke-12 menjadi ramai,” terangnya.
Sekitar 400 stan yang hadir dalam Festival Kampung Cempluk ke-12, yang berlangsung 18–24 September, merupakan wujud kebangkitan perekonomian di kampung baru dialiri listrik sejak 1992 itu. “Kami tidak membatasi sajian kuliner yang dijual, karena kami ingin memberikan kesempatan untuk mengembangkan UMKM, untuk memunculkan kepercayaan diri bagi para pelaku usaha,” tutur Redy.
Lebih lanjut pria berkacamata itu menegaskan, sesuai tema yang diusung “Urip Iku Urup”, Festival Kampung Cempluk akan dilanjutkan dengan menggelar Pasar Kampung di RW 02 setiap minggu.
Tidak hanya itu, Redy juga mengaku akan menghidupkan kembali Lembah Budaya Kampung sebagai bentuk karakter Kampung Cempuk, dan akan terus menggali potensi yang ada di dalamnya. “Seperti malam ini, anak-anak muda juga berekspresi dan berkreasi. Tidak hanya dari Kampung Cempluk saja yang unjuk gigi, ada juga dari Sumenep dan Madiun. Kami melihatnya sebagai bagian dari ekspresi ketika merespons Hari Raya Budaya Kampung,” terang pria asal Besuki Situbondo tersebut.
Kesuksesan Festival Kampung Cempluk yang terus berlangsung hingga tahun ke-12, menurut Redy adalah karena peran semua pihak serta hasil dari semangat untuk belajar. “Dulu, saat Festival Kampung Cempluk pertama hingga keempat, warga Kampung Cempluk sengaja tidak kami tampilkan di atas panggung. Jika flow sudah dapat, dan anak-anak muda sudah mampu berinteraksi, maka akhirnya dapat kami tampilkan seperti saat ini,” pungkas Redy. (Har/MAS)