
KOTA MALANG – malangpagi.com
Menjelang diberlakukannya PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) di Kota Malang pada tanggal 11 hingga 25 mendatang, Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia (Apkrindo) Kota Malang mengaku belum menerima Surat Edaran resmi dari Pemerintah Kota (Pemkot) maupun dinas terkait.
“Pada saat pemberlakuan jam malam kemarin pun (28/12/2020 – 8/1/2021), saya tidak menerima sepucuk surat maupun pesan dari dinas terkait. Jadi hampir seluruh pelaku usaha mencari tahu sendiri informasinya dari media,” ujar Ketua Apkrindo Kota Malang, Indra Setiyadi saat di temui Malang Pagi di Rumah Makan Kertanegara, Jumat (8/1/2020).
Terkait pemberlakuan PPKM, Apkrindo berharap Pemkot Malang melayangkan pemberitahuan resmi kepada para pelaku usaha. Hal tersebut dianggap sangat penting, sebagai acuan untuk mengatur jam kerja selama PPKM berlangsung.
“Dalam masa pandemi ini, saya rasa semua pelaku usaha terutama di sektor wisata mengalami kerugian. Karena Malang ini adalah kota wisata. Di mana industri kuliner juga ditunjang oleh para wisatawan yang datang ke kota Malang,” tutur Indra.
Apkrindo menegaskan akan tetap patuh kepada kebijakan pemerintah. Namun di sisi lain, pihaknya berharap Pemkot juga memberi suatu kejelasan yang terbuka sehingga bisa dipahami seluruh pelaku usaha.
“Kami harap pemerintah dapat menyampaikan informasi secara detail mengenai aturan PPKM ini, melalui surat resmi kepada asosiasi (Apkrindo). Sehingga jika ada anggota yang bertanya, kami memiliki jawaban yang pasti,” pungkas Indra.
Sebelumnya, Walikota Malang Sutiaji mengaku akan menerapkan PPKM dengan beberapa modifikasi. Di antaranya membatasi jam buka tempat usaha, yaitu mulai pukul 07.00 pagi hingga 20.00 WIB.
Aturan ini sedikit lebih longgar dibanding instruksi Mendagri, yang membatasi jam operasional tempat usaha hingga pukul 19.00 WIB.
Begitu juga dengan kuota pengunjung kafe dan restoran. Sebelumnya, Mendagri mematok kuota pengunjung maksimal 25 persen. Namun, Pemkot Malang mengambil kebijakan menaikkannya hingga 50 persen.
“Daripada kita membuat regulasi ketat tapi pelaksanaan nihil, maka kompromi bagi saya yang penting bagaimana memberikan ruang bagi para pengusaha. Namun di sisi lain, protokol kesehatan wajib ditekankan,” tutup Sutiaji.
Reporter : MA Setiawan
Editor : Redaksi