
KOTA MALANG – malangpagi.com
Gelombang protes terhadap tayangan “Xpose Uncensored” milik stasiun televisi Trans7 terus meluas. Setelah kalangan santri dan ulama menyuarakan kekecewaan, kini giliran para alumni Pondok Pesantren (Ponpes) Lirboyo yang turut mengecam tayangan tersebut. Mereka menilai konten itu tidak hanya melecehkan pesantren, tetapi juga mencederai nilai luhur hubungan santri dan kiai.
Sekretaris Himpunan Alumni Santri Lirboyo (Himasal) Malang Raya, Muhammad Taufikurahman, menegaskan bahwa aksi yang dilakukan bersama Santri Malang Raya Menggugat merupakan bentuk pembelaan terhadap kehormatan kiai dan pesantren.
“Tujuan kami membela kiai yang telah diframing jelek, seolah pesantren itu tempat feodalisme. Padahal pesantren kami sudah eksis lebih dari 115 tahun,” ujar Taufik, Rabu (15/10/2025).
Menurutnya, tayangan tersebut menunjukkan ketidaktahuan terhadap kultur pesantren. Ia menjelaskan, hubungan santri dengan kiai bukanlah bentuk ketundukan buta, melainkan wujud cinta, hormat, dan pengabdian yang tulus.
“Kami tidak menghamba kepada kiai, tapi itu bukti cinta. Kami sudah dianggap anak, dirawat, dan diajarkan kehidupan, ilmu dunia, dan akhirat,” tutur alumnus Lirboyo tahun 2014 itu.
Taufik menilai tayangan Xpose Uncensored telah melukai perasaan santri serta keluarga besar pesantren di seluruh Indonesia. Karena itu, pihaknya menuntut permintaan maaf secara langsung dari pimpinan Trans7 kepada para kiai.
“Permintaan maaf tertulis dan digital sudah ada, tapi belum cukup. Kami ingin mereka sowan langsung ke kiai kami untuk meminta maaf,” tegasnya.
Selain permintaan maaf, pihaknya juga mendesak agar Trans7 menayangkan program pembanding yang menampilkan kehidupan pesantren secara utuh dan berimbang. Mereka juga meminta agar seluruh konten terkait program tersebut dihapus dari media sosial maupun media massa.
Taufik mengungkapkan, aksi di Kota Malang diikuti sekitar 400 santri dan alumni pesantren. Gerakan serupa juga digelar di sejumlah daerah lain, seperti Semarang, Madura, Majalengka, dan Jabodetabek.
“Kalau para kiai mengizinkan, kami siap melanjutkan langkah ke Jakarta untuk membela kehormatan kiai kami,” ujarnya.
Taufik menuturkan, bagi para santri sosok kiai memiliki kedudukan sentral dalam kehidupan spiritual dan moral mereka.
“Kiai itu seperti jantung dalam tubuh. Santri adalah tangan dan tubuhnya. Ketika jantung tersakiti, seluruh tubuh ikut merasakan sakit,” pungkasnya. (YD)















