KOTA MALANG – malangpagi.com
Kampung Budaya Polowijen (KBP) yang berada di Jalan Cakalang RW 3, Kelurahan Polowijen, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, terus membenahi kualitas pelayanan, sumber daya seniman serta tempat kegiatan dan olahraga.
Harapannya, sektor wisata di kampung ini dapat bangkit. Serta kembali memberikan pelayanan terhadap wisatawan yang ingin belajar bersama tentang seni dan budaya.
Bertepatan dengan Hari Jadi Polowijen yang ke 1.076 tahun, berdasarkan Prasasti Karundungan Kanjuruhan B menurut perhitungan arkelog, M. Dwi Cahyono, maka digelar acara wilujengan (selamatan) pada Minggu (1/11/2020) lalu.
Event tersebut merupakan rangkaian dari Festival Panawijen Djaman Mbiyen Ke-3. Acara ini termasuk agenda rutin yang masuk dalam event wisata Kota Malang selama 3 tahun berturut-turut. Hanya saja, selama masa adaptasi kebiasaan baru ini, acara dikemas lebih sederhana dari tahun sebelumnya.
Menurut Isa Wahyudi, ketua Forkom Pokdarwis Kota Malang, selama pandemi seniman di KBP tetap produktif mengikuti latihan peningkatan sumber daya seniman, latihan menari, serta membuat kerajinan topeng dan batik.
“Event Panawijen Djaman Mbiyen di KBP yang ketiga ini merupakan event yang menunjukkan kekhasan potensi lokal Polowijen. Mulai dari seni, tradisi, ritus, adat istiadat, permainan tradisional, kerajinan, dan masakan tradisional. Yang semua masih ada di Polowijen,” ujar pria yang lebih dikenal dengan sebutan Ki Demang itu dalam sambutannya.
“Harapannya, event ini menjadi penanda bahwa KBP sudah bisa dikunjungi kembali untuk studi, penelitian dan wisata budaya. Tentu dengan separuh kapasitas dari biasanya dan menerapkan protokol kesehatan,” jelas penggagas Kampung Budaya Polowijen itu.
Acara yang disiarkan langsung melalui sosial media Instagram (IGTV) dan Youtube tersebut menampilkan beragam tarian tradisional oleh para penari KBP, termasuk di antaranya Tari Topeng Malang.
H. Edi Widjanarko, Ketua Komisi A DPRD Kota Malang mengakui bahwa potensi yang dimiliki KBP sangat luar biasa. Menurutnya, KBP telah turut serta memajukan obyek kebudayaan, berdasarkan UU No. 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
“Segala macam budaya ada di KBP. Mulai dari seni tari topeng, kerajinan topeng, dan batik topeng. Kegiatan-kegiatan ini termasuk upaya pelestarian ritus, adat istiadat, budaya, permainan tradisional, makanan tradisional, manuskrip, tradisi lisan Jawa. Termasuk cerita-cerita tentang Polowijen,” papar Edi.
“Pemerintah akan mengupayakan bantuan fasilitas. Berupa sarana prasarana, seperti wifi gratis. Untuk memperlancar edukasi wisata budaya berbasis digital, seperti di KBP ini,” imbuhnya.
Pria yang mengaku sebagai keturunan ketujuh Buyut Jibris, penyebar agama Islam dari Kerajaan Demak yang datang ke Polowijen dan pendiri pondok pesantren pertama di Malang, bercerita bawa Polowijen mengalami tiga fase sejarah dan peradaban
Pertama, fase Hindu-Buddha di masa Empu Purwa dan Ken Dedes di masa awal Kerajaan Singosari. Fase kedua, Islam masuk dari Kerajaan Demak.
Dan Fase ketiga, yaitu kebangkitan kesenian Malang berupa Topeng Malang yang dipelopori oleh Ki Tjondro Suwono atau Buyut Reni, di masa kolonial.
Meski Festival Panawijen Djaman Biyen disiarkan secara daring, namun antusiasme ratusan pengunjung tampak dengan tetap memadati KBP. Mereka datang dari berbagai elemen masyarakat dan komunitas;
Acara juga dimeriahkan oleh kehadiran Duta Budaya dan Museum Kota Malang, Kakang Mbakyu Cilik Kota Malang, perwakilan Pokdarwis kampung Tematik se-Kota Malang, mahasiswa Diploma Pariwisata Unmer, komunitas Sanggul Kebaya Mbois Malang, rombongan Padepokan Seni Mangun Dharmo, sederet seniman dan budayawan Malang Rayam serta perangkat RT RW dari Kelurahan Polowijen.
Reporter : Christ
Editor : MA Setiawan